Thursday, April 28, 2011

KERIS BALI Perpaduan antara seni dn spirit

Salah seorang Empu Keris Bertuah di Bali,Jero Pande Mudra berpegang teguh pada amanat Leluhur dalam hal menempa sebilah Keris selalu mengedepankan Pakem2 pekerisan kuno.mulai dari pemilihan bahan,mencari hari baik(Dewase ayu) hingga menjalankan beberapa Lelaku ritual..
Menariknya pada upacara ritual "Pemasupatian" Keris (Upacara ritual
terakhir guna menghidupkan unsur2 spirit yg terkandung dlm keris maupun pamornya itu) pada Soma ribek(Senin/25/4) Malam Kemarin,disaat khusuk sekejap terlihat pemandangan menarik berupa batu meteor melesat diangkasa,hal ini dianggap sebagai pertanda baik bagi si Empu maupun tuah yg dihasilkan dari Keris2 hasil garapannya yg diritual itu...
Sejumblah keris hasil tempaan Jerp Pande Mudra rencananya jg akan dipamerkan bersama Deperindag Bali dalam rangka Menyambut Hari Tumpek Landep (Ritual utk seluruh benda pusaka) pada 7 Mei ini..
(By ; Nyoman)

Tuesday, April 19, 2011

PERKEMBANGAN KERIS PUSAKA DI BALI


Sejarah perkembangan Keris di Bali tidak terlepas dari kisah perjalanan kerajaan-kerajaan di Bali memulai masa keemasannya di bawah hagemoni raja suami istri Dharmodhayana Warmadewa & Sri Guna Priya Dharma Padhmi (Mahendradatta), atau lebih dikenal dengan gelarnya yaitu Sri Aji Masula Masuli,

Dikisahkan ,Beliau (Dharmodhayana Warmadewa) masih keturunan dari Sri Kesari Warmadewa (peletak pertama dinasti Warmadewa di Bali), sedangkan Sang Ratu merupakan cucu dari Mpu Sindok (Raja yang memerintah di Jawa Timur), dalam peradaban kerajaan ini tidak terdapat bukti riil yang mencatat tentang literatur kebudayaan suatu pusaka(keris), ini disebabkan kurangnya informasi yang ada (peninggalan - peninggalan tertulis yang berupa lontar maupun prasasti, sehingga pada jaman ini tidak diketahui secara pasti keberadaan suatu pusaka dalam kehidupan kerajaan maupun masyarakat pada waktu itu,

Seiring bergulirnya waktu eksistensi kekuasaan dinasti warmadewa kian meredup, ditandai dengan runtuhnya kerajaan “Bedahulu” (yang merupakan turunan langsung dari dinasti warmadewa yang berkuasa di Bali) akibat penyerangan yang dilakukan kerajaan Majapahit, dimana pertempuran dipimpin langsung oleh Maha Patih Gadjah Madha, karena kekosongan kekuasaan atas runtuhnya kerajaan Bedahulu, Gadjah Madha mengangkat seorang raja baru yang berasal dari padepokan Brahmana di kediri, yaitu Sri Kresna Kepakisan dengan pusat kekuasaannya berada di daerah Samprangan.

Dinasti yang baru inilah yang hingga saat ini masih menunjukkan eksistensinya sebagai raja tertinggi (sesuhunan) di Bali, dalam menjalankan roda pemerintahannya di pulau yang baru saja terkuasai, Raja Kresna Kepakisan mendapatkan anugerah dari raja Majapahit, berupa sebuah Keris pusaka bernama Si Ganja Dungkul, dengan harapan dapat mempertegas legitimasi & kewibawaan Sang Raja.

Setelah wafatnya Sri Kresna Kepakisan, kekuasaan beralih pada putra tertuanya yang bergelar Dalem Samprangan, kmudian digantikan oleh adiknya, Dewa Ketut Ngulesir memimpin kerajaan di Bali, yang bergelar Dalem Ketut Ngulesir, untuk menghindari pergolakan politik antar sesama saudara raja, Dalem Ketut Ngulesir memindahkan puasat kekuasaanya ke daerah gel - gel (klungkung), lama - kelamaan akhirnya Dalem Samprangan dapat menerima hal tsb, dan mengakui kedaulatan kekuasaan adiknya.

Pada persidangan umum seluruh raja nusantara di bawah legitimasi kerajaan Majapahit, semua raja - raja bawahan memberikan upeti kepada raja utama sebagai tumbal setia kepada Maha Raja Majapahit. Sebagi tanda takluk sepenuhnya kepada raja Majapahit, Sang Raja memberikan pakaian kebesaran kerajaan kepada raja bawahan, dan terkadang disertai pula dengan sebilah keris pusaka.

Pada Raja Bali Misalnya, diberikan sebilah Keris pusaka bertatahkan gambar seekor naga (Naga Pasa), dengan pesan bahwa keris ini mempersatukan pikiran Raja Majapahit & Raja Bali. Dalem Ketut Ngulesir digantikan putra tertuanya yaitu Dalem Waturenggong, pada jaman kekuasaan raja ini Kerajaan Bali Sudah Menyatakan merdeka & berdiri sendiri, lepas dari naungan kerajaan Majapahit, karena mulai melemahnya kekuatan militer serta teritorial kerajaan Majapahit saat itu.

Dewa Agung Jambe adalah Raja Terakhir Dinasti Kresna Kepakisan yang masih berstatus merdeka dan berdiri sendiri, simbol kebesaran Raja Dewa Agung Jambe berupa pusaka - pusaka warisan kerajaan Samprangan & Gel - gel seperti, keris bernama Durga Dingkul, I lobar, dan Tombak bernama I Baru Ngit serta I Baru Gudug bekas pemberian Patih Gadjah Madha pada saat menguasai pulau Bali, serta keris - keris lainnya, yaitu : Raksasa Bedak, Masayu, Karandan, Arda Ulika, Pencok Saang, Langlang Dewa, Baan Kau, & Baru Caak. Tetapi sampai saat ini keberadaan keris - keris pusaka tersebut masih terselubung, bahkan pihak keraton klungkung pun masih menyangsikan keberadaan pusaka - pusaka tersebut.

Sunday, April 3, 2011

KERIS DARI BALI

Bagi masyarakat Bali, keris memang dianggap sakral. Benda yang banyak memiliki lekukan di sisi pinggirnya itu dipandang sebagai benda pusaka dan senjata pamungkas di wilayah peperangan. Bahkan, keris melambangkan perlawanan terhadap roh jahat melalui perlindungan dewa-dewa.

Secara historis, keris Bali adalah bagian dari peninggalan kekuasaan Kerajaan Majapahit. Konon, pengaruh kebudayaan Majapahit sangat kuat sehingga alat peperangan seperti keris diadopsi pula oleh kerajaan-kerajaan di Pulau Dewata. Secara filosofis, keris Bali dipandang sebagai perlambang dari nilai ajaran kehidupan agama Hindu. Bahkan, mereka memiliki hari tertentu untuk bersembahyang saat akan merawat kesucian dari keris pusaka miliknya. Keris juga dipandang sebagai benda yang memiliki estetika di dalam kehidupan masyarakat di sana. Hingga kini keris malah masih dipandang sebagai perlambang kekuatan dan simbol kekuasaan.

Biasanya, penganut Hindu yang menyimpan keris pusaka Bali menentukan pembersihan berdasarkan perputaran bulan terhadap bumi. Sedangkan penentuan hari ritual pencucian disesuaikan dengan penanggalan kuno Hindu Bali. Perlakuan terhadap keris pun bersifat sakral. Maklum, keris dianggap memiliki kekuatan magis. Mereka percaya keris adalah manifestasi dari roh para leluhur. Biasanya, keris seperti itu disebut Keris Tayuhan, yang pembuatannya mementingkan tuah ketimbang keindahannya, pemilihan bahan besi, dan pembuatan pamornya. Keris semacam itu biasanya wingit, angker, memancarkan perbawa dan kadang menakutkan. Karena itu, sebagian masyarakat Bali rela bersusah payah untuk sekadar memperoleh keris yang bertuah